Thursday, February 9, 2012

Akhlak Dalam Kehidupan Umat

Budaya premanisme dan kekerasan menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Kegiatan tersebut cenderung meningkat dalam kejadian sehari-hari. Penghilangan nyawa manusia bermacam bentuk bahkan nyawa manusia tiada harganya. Keberanian melakukan tindakan tersebut pertanda rendahnya kesadaran hokum, minimnya pengamalan ajaran agama dan tipisnya moral. Hal tersebut cukup membuktikan bahwa sifat-sifat jahiliyah sudah membudaya dan nilai keimanan telah hilang. Celakanya meski kita berpredikat negara hukum, namun sistem hukum dan aparatnya sendiri tidak mampu berbuat dan menyelesaikan setiap bentuk kekerasan.

Berbagai upaya pencegahan segala bentuk kekerasan itu memang sudah sering dilakukan. Banyak kalangan, baik lewat forum diskusi, seminar maupun penyuluhan namun belum ada hasil maksimal yang didapat. Berbagai tindak kekerasan, kerusuhan dan penyakit sosial lainnya, bukannya berkurang malah semakin mengakar dalam masyarakat kita.

Menjadi  tantangan besar bagi bangsa ini, terutama bagi para pemimpin umat n untuk melakukan pembenahan guna membangun citra masyarakat Indonesia ke arah yang lebih manusiawi. Untuk mewujudkan hal itu kiranya kini dibutuhkan kesadaran yang mendalam dari semua komponen bangsa untuk melakukan perbaikan di segala bidang. Yang paling mendesak adalah masalah kerusakan akhlak dalam masyarakat. Sebab, akar dari semua permasalahan yang muncul, bersumber dari kondisi akhlak manusia itu sendiri.

Solusi yang paling ideal untuk mengatasinya adalah kembali kepada akhlak Islam, karena mengingat sebagian besar warga negara Indonesia adalah umat Islam. Dengan keunggulan ajarannya yang universal, akhlak Islam merupakan pilihan yang baik untuk mereformasi (membenahi) akhlak bangsa Indonesia. Di samping sifat religius pada ajaran tauhidnya, Islam juga mencakup moral, etika dan sosial yang sangat luas.

Dalam Islam sendiri dilihat dari segi sifatnya akhlak terbagi dalam dua macam, yaitu al-akhlaq al-karimah (akhlak yang baik) dan al-akhlaq al-madzmumah (akhlak yang buruk). Al-akhlaq al-karimah dibagi menjadi empat jenis, yaitu:

Pertama, akhlak yang baik terhadap Allah SWT. Alasannya adalah karena Allah SWT telah menciptakan manusia dengan segala kesempurnaan. Telah memberikan perlengkapan panca indera berupa hati nurani, naluri dan akal pikiran. Menyediakan berbagai bahan dan sarana kehidupan di bumi yang semuanya telah ditundukkan-Nya untuk kepentingan manusia.

Kedua, akhlak yang baik terhadap diri sendiri. Selaku individu, manusia diciptakan dengan segala kelengkapan jasmani dan rohani. Setiap individu harus menyayangi dan menjaga diri sebaik-baiknya, dengan kesadaran bahwa dirinya merupakan amanah Allah SWT yang harus dipertanggungjawabkan kelak. Banyak cara yang bisa diperbuat. Misalnya menutup aurat, menjaga diri dari penyakit dan bahaya yang mengancam, serta melatih diri dengan berbagai keterampilan. Yang paling penting adalah mengisi akal pikiran dengan ilmu pengetahuan dan pengalaman, serta mengisi hati nurani dengan nilai-nilai agama dan perasaan sosial. Berakhlak yang baik terhadap diri sendiri berkaitan erat dengan pembinaan sumber daya manusia, yaitu pembinaan fisik, akal dan mental secara seimbang dan optimal. Nantinya akan lahir manusia yang sehat fisiknya, kuat, energik, rapi, menarik, punya berbagai keterampilan dan kecakapan, memiliki kecerdasan akal dan rohani yang kaya dengan nilai-nilai luhur ajaran agama, khususnya nilai-nilai keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT. Manusia seperti itulah yang selalu siap hidup pada abad globalisasi ini, yaitu abad yang penuh kompetisi.

Ketiga, akhlak yang baik terhadap sesama manusia. Sejak lahir sampai meninggal dunia, seseorang pasti akan ada berinteraksi dan memerlukan bantuan orang lain. Ini adalah konsekuensi logis manusia selaku makhluk sosial. Dalam berinteraksi antarsesama manusia sangat ditekankan berperilaku yang baik. Karenanya, tidak dibenarkan untuk saling menyakiti, mengambil hak orang lain, bermusuhan, dan saling bunuh antarsesama. Interaksi manusia didasarkan pada penghormatan sewajarnya, didasari dengan perkataan dan perilaku baik, saling menghargai dan bertoleransi terhadap prinsip-prinsip hidup orang lain.

Keempat, akhlak yang baik terhadap lingkungan, yakni segala sesuatu yang ada di sekitar manusia, seperti binatang, tumbuh-tumbuhan dan lainnya. Islam sangat melarang kepada umatnya untuk merusak alam lingkungannya. Penebangan pohon dan pembakaran hutan dengan tujuan merusak dan tanpa alasan yang dapat dipertanggungjawabkan, merupakan salah satu bentuk kejahatan yang tidak ditolerir.

Setiap manusia harus memahami akhlak yang buruk agar bisa mengetahui bahayanya dan cara menjauhinya. Dalam ajaran Islam terdapat beberapa macam akhlak yang buruk, yakni takkabur (sombong), dengki, dendam, adu domba, fitnah, pengumpat, riya', serakah, kikir, penipu, khianat dan sejenisnya. Sifat-sifat tadi bila diterapkan akan mendatangkan malapetaka, baik secara individu maupun kepada kelompok masyarakat yang lebih luas.

Mencermati kondisi akhlak bangsa yang sudah sedemikian parahnya, kiranya dibutuhkan sekelompok umat terdidik yang mampu tampil membawa pembaharuan akhlak yang murni dan sarat dengan keteladanan. Dalam hal ini tidak mudah, dan akan penuh tantangan dalam penerapannya. Tetapi para mujadid dan mubaligh harus berani menyiarkan kebenaran secara kontinyu kepada masyarakat di sekitarnya.

Berbagai krisis dan konflik yang marak di Indonesia saat ini diakibatkan oleh semakin banyaknya penerapan akhlak buruk dalam kehidupan masyarakatnya, baik tingkat atas, menengah maupun bawah. Ditambah lagi dengan konflik yang timbul di tingkat elite politik, telah menambah keruh suasana dalam negeri.

Mereka harus mampu memperbaharui tatanan kehidupan yang telah rusak, dan menghidupkan akhlak serta norma yang telah mati. Mereka harus ikut aktif dalam mewujudkan kebangkitan bangsa Indonesia dari keterpurukan, kebangkitan yang mengenal tujuan yang hendak dicapai, kebangkitan yang bekerja untuk memperbaharui sistem dan meningkatkan citra bangsa. Caranya bisa dimulai dengan memperbaiki yang salah, meluruskan yang menyimpang, menyadarkan akal yang terlelap, menggerakkan kehidupan yang beku dan semangat pada jiwa yang hampa. Itu semua akan bisa mengembalikan kehidupan yang hancur kepada ketinggian peradaban melalui aktivitas, kreativitas, semangat dan moralitas yang tinggi. 
-resume diskusi-

Artikel Terkait



0 komentar: